JALUR HIJAU BERKURANG SEIRING BERTAMBAHNYA JUMLAH PENDUDUK

Oleh : Zetro Simamora


Terlihat kemacetan dimana mana, perlu pohon disepanjang jalan sebagai jalur hijau untuk penyerap karbon atau mengurangi kebisingan di perkotaan.
(Sumber Gambar : rustam2000.wordpress.com)

Saya bukan jurnalis atau penulis yang handal. Namun dalam situasi sekarang banyak orang yang mempunyai bahasan tentang lingkungan yang semakin aneh. Aneh nya dimana? Jumlah populasi penduduk yang semakin meningkat mengakibatkan tempat hidup pohon semakin berkurang. Dalam lingkungan sekitar ku semakin banyak pertambahan penduduk, begitu pula dengan kebutuhan oksigen akan semakin meningkat. Dengan pertambahan penduduk yang semakin meningkat, bagaimanakah dengan keadaan jalur hijau atau dengan  pepohonan? Di daerah perkotaan yaitu seperti kota medan ini, jumlah penduduk akan terus meningkat. Dengan meningkatnya penduduk ini akan menambah daerah permukiman yang akan membutuhkan tempat untuk tempat tinggal. Kemungkinan besar yang akan dikurangin adalah daerah yang masih kosong yang di tumbuhi pepohonan untuk tempat tinggal penduduk yang semakin meningkat. Apakah semuanya yang tertanam di dunia ini akan dibabat?

            Saya sering kali berfikir apakah nanti semua lahan di muka bumi ini akan menjadi lahan untuk pemukiman  dan pembangunan. Saya sering bertanya kepada teman saya sendiri.pertanyaan yang sederhana namun sulit untuk di bahas.“Seiring pertambahan penduduk, bagaimana nnti situasi di muka bumi ini?apakah semua akan menjadi panggung untuk anak teknik arsitektur untuk melakukan pembangunan?apakah nnti tidak ada lagi untuk rakyat biasa meminta hak terkecil untuk mendapatkan oksigen yang cukup?” Sampai saat ini pemanfaatan ruang masih belum sesuai dengan harapan yakni terwujudnya ruang yang nyaman, produktif dan berkelanjutan. Menurunnya kualitas permukiman di perkotaan bisa dilihat dari kemacetan yang semakin parah, berkembangnya kawasan kumuh yang rentan dengan bencana banjir/longsor serta semakin hilangnya  untuk artikulasi dan kesehatan masyarakat. Sebagai wahana interaksi sosial, ruang terbuka diharapkan dapat mempertautkan seluruh anggota masyarakat tanpa membedakan latar belakang sosial,  ekonomi, dan budaya. Sejumlah areal  di  perkotaan, dalam beberapa dasawarsa terakhir  ini,  ruang publik,  telah tersingkir akibat pembangunan gedung-gedung yang cenderung berpola “kontainer” (container  development) yakni bangunan yang secara sekaligus dapat menampung berbagai aktivitas sosial ekonomi, seperti Mall, Perkantoran, Hotel, dlsbnya, yang berpeluang menciptakan kesenjangan antar lapisan masyarakat. Hanya orang-orang kelas menengah ke atas saja yang “percaya diri” untuk  datang ke tempat-tempat semacam itu. Ruang terbuka hijau yang ideal adalah 30 % dari luas wilayah. Hampir disemua kota besar di Indonesia, Ruang terbuka hijau saat ini baru mencapai 10% dari luas kota. Padahal ruang terbuka hijau diperlukan untuk kesehatan, arena bermain, olah raga dan komunikasi publik. Pembinaan ruang terbuka hijau harus mengikuti struktur yang telah ditetapkan oleh pihak yang bersangkutan untuk mengurangi pembangunan.

Tinggalkan komentar